Sintaksis Bahasa Jawa: FRASA VERBAL DAN VERBA MAJEMUK DALAM BAHASA JAWA
http://bukuisbn.blogspot.com/2013/07/sintaksis-bahasa-jawa-frasa-verbal-dan.html
Sintaksis Bahasa Jawa: FRASA VERBAL DAN VERBA MAJEMUK
DALAM BAHASA JAWA
FRASA VERBAL DAN VERBA MAJEMUK
DALAM BAHASA
JAWA
Kurniawan
1.
Pendahuluan
Kalimat adalah bagian terkecil
ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara
ketatabahasaan ( ,1988:254). Kalimat merupakan konstruksi gramatikal
tertinggi. Konstruksi yang bertingkat lebih rendah menjadi konstituen dari
konstruksi yang bertingkat lebih tinggi, sedangkan frasa merupakan konstruksi gramatikal yang berada
di bawah kalimat, di samping satuan gramatikal yang lain, seperti klausa, kata,
dan morfem.
Frasa adalah satuan linguistik yang
secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih yang tidak mempunyai
ciri - ciri klausa (Tarigan, 1985:68). Di dalam dunia pendidikan khususnya
pendidikan formal di sekolah, seringkali dipertanyakan dan diperdebatkan
tentang perbedaan frasa dan kata majemuk.
Ini merupakan pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab.
Oleh sebab
itu, sangatlah menarik untuk mengetahui perbedaan – perbedaan antara frasa dan
kata majemuk. Karena luasnya bahasan
mengenai frasa dan kata majemuk maka pembahasan pada makalah ini dibatasi hanya
pada frasa verbal dan kata kerja majemuk atau dapat disebut verba majemuk
khususnya pada bahasa Jawa, yang meliputi; verba majemuk dasar, verba majemuk
berafiks, dan verba majemuk berulang, sedangkan pada frasa verba meliputi;
pengertian dan jenis – jenis frasa verbal.
2. Verba Majemuk
Verba
majemuk adalah verba yang dasarnya terbentuk melalui proses pemajemukan dua
morfem asal atau lebih, atau verba yang berafiks yang kemudian digabungkan dengan
kata atau morfem terikat sampai menjadi satu satuan makna. Verba majemuk memiliki ciri-ciri yang
membedakannya dari konstruksi sintaksis seperti frasa. Ciri – ciri yang dimaksusd adalah sebagai
berikut:
·
Komponen verba majemuk mengandung satu makna. Makna pada masing – masing komponen tidak
diperhitungkan lagi. Misalnya dalam
bahasa Jawa, nggado ati ‘menyusahkan’ , jadi tidak ditafsirkan
lagi sebagai gabungan kata nggadho ‘makan’ dan ati ‘hati
ayam/sapi’. Sebaliknya pada bentuk nggadho
ati seperti pada kalimat
(1) Indra seneng nggadho ati ayam. ‘Indra suka
makan hati ayam’
makna nggadho dan ati masing-masing harus dipertimbangkan.
·
Salah satu konsekuensi dari keutuhan makna tersebut di atas adalah bahwa
jika verba majemuk diberi keterangan, maka yang diterangkan adalah keseluruhan
verba tersebut dan bukan komponennya.
Misalnya:
(2) Bocah iku
pancen nggadho ati ‘Anak itu
memang menyusahkan’
Kata
keterangan pancen adalah untuk memberi keterangnan terhadap nggadho
ati dan bukan nggadho dan ati. Sebaliknya,
pada frasa verbal, bagian yang di dalamnya harus diperhatikan dalam hubungannya
dengan kata keterangan.
·
Komponen verba majemuk tidak dapat diperluas lagi. Misalnya, verba majemuk nggadho ati
tidak dapat diperluas lagi menjadi nggadho ati ayam.seperti
yang terlihat pada kalimat (1).
·
Susunan komponen verba majemuk cenderung tidak dapat dibalikkan. Misalnya, methik layang
‘menyontek’ tidak dapat diubah menjadi layang methik.
·
Komponen verba majemuk cenderung tidak lagi dipisahkan dengan menyisipkan
suatu morfem.
2.1
Verba
Majemuk Dasar
Verba
majemuk dasar ialah verba majemuk yang tidak berafiks dan tidak mengandung
komponen berulang, dan dapat berdiri sendiri dalam frasa, klausa, atau kalimat,
seperti yang terdapat dalam kalimat berikut.
(3) Wartawan iku
kulak warta ing gunung kelud. ‘Wartawan itu mencari berita di
gunung kelud’
(4) Sak wise weruh
perkarane, deweke lumah tangan. ‘Setelah tahu perkaranya, dia tidak mau ikut campur’
2.2 Verba
Majemuk Berafiks
Verba majemuk berafiks
adalah verba majemuk yang mengandung afiks tertentu, seperti dalam kalimat
berikut.
(5) Dinar kegugah
atine sak wise dikandhani karo bapakke ‘Dinar ingat setelah dikasih tahu ayahnya’.
(6) Cah ayu kuwi
pancen atine momot ‘ Anak yang
cantik itu memang sabar sekali’.
Verba majemuk berafiks dapat dibagi atas:
a. verba majemuk berafiks yang
pangkalnya berupa bentuk majemuk yang pangkalnya tidak dapat berdiri sendiri
dalam kalimat yang seterusnya disebut bentuk majemuk terikat.
b. verba majemuk berafiks yang
pangkalnya berupa bentuk majemuk yang dapat berdiri sendiri dan seterusnya
disebut bentuk majemuk bebas
c. verba majemuk berafiks komponennya telah berafiks terlebih
dahulu. Berikut ini akan diberikan
contoh dari masing - masing jenis tersebut.
2.2.1 Verba
Majemuk Berafiks dengan Pangkal Majemuk Terikat
. Verba majemuk berafiks yang pangkalnya berupa bentuk majemuk yang
pangkalnya tidak dapat berdiri sendiri dalam kalimat dan seterusnya disebut bentuk
majemuk terikat. Berikut adalah contoh verba majemuk berafiks jenis verba
majemuk terikat.
Mbuang sangkal ‘membuang apes’
Kegugah atine
‘sadar/ingat’
2.2.2 Verba Majemuk Berafiks
dengan Pangkal Bentuk Majemuk Bebas
Verba majemuk berafiks yang pangkalnya berupa bentuk majemuk yang dapat
berdiri sendiri dan seterusnya disebut bentuk majemuk bebas. Paduan yang menjadi dasar afiksasi ini
umumnya berupa (a) verba, (b) nomina, dan (c) adjektiva.
a.
verba
ngadol bagus
‘mengandalkan kegantengan’
ngangsu
kawruh ‘mencari ilmu dengan sungguh-sungguh’
b. nomina
ngidu geni ‘
mengucapkan sesuatu yang bisa terjadi’
c. adjektiva
Ngabangake
kuping ‘membuat jengkel’
Mentahi
rembug ‘menyangkal’
Dari contoh di atas dapat dilihat
bahwa afiks dapat ditambahkan untuk membentuk verba majemuk berafiks. Sebagaimana afiksasi umumnya, yang menjadi
kendala terhadap penambahan afiks pada pangkal yang berupa bentuk majemuk bebas
terutama adalah faktor semantis.
2.2.3 Verba Majemuk Berafiks
dengan Komponen yang Telah Berafiks Lebih Dahulu.
Verba
majemuk berafiks komponennya telah
berafiks terlebih dahulu. Berikut ini
akan diberikan contoh dari masing - masing jenis tersebut.
Berikut adalah beberapa contohnya.
Akeh sandhungane ‘banyak halangannya’
Mata dhuwiten ‘serakah’
Wedi kangelan ‘malas’
2.2
Verba
Majemuk Berulang
Verba
majemuk dalam bahasa jawa dapat direduplikasi jika kemajemukannya
bertingkat dan jika intinya adalah bntuk
verba yang dapat direduplikasi pula.
Contohnya:
Adol bagus - adol-adol
bagus ‘ mengandalkan ketampanan’
Kulak warta
- kulak-kulak warta ‘mencari berita’
Meres keringet-
meres-meres keringet ‘bekerja sungguh-sungguh’
Dari contoh diatas atas tampaklah bahwa hanya komponen verbalah yang
mengalami reduplikasi.
3. Frasa Verbal
3.1
Pengertian Frasa Verbal
Frasa verbal adalah frasa yang
mempunyai distribusi yang sama dengan kata verbal (Ramlan, 1996:168). Frasa tersebut terbentuk dari dua kata atau
lebih dengan verba sebagai intinya.dan bukan merupakan klausa. Dengan
demikian, frasa verbal mempunya inti dan kata lain yang mendampinginya. Posisi kata pendamping ini tegar (fixed)
sehingga tidak dpat dipidahkan secara bebas ke posisi lain.
Marilah kita amati frasa verbal dalam kalimat berikut
ini.
(7)
Adhiku wis dadi
dokter. ‘Adikku sudah menjadi
dokter’.
(8)
Bapakku bade tindak. ‘Bapakku akan pergi’
(9)
Kowe ora kudu sinau. ‘Kamu tidak harus belajar”
(10)
Aku
kudu nulis maneh. ‘Aku harus menulis lagi’
(11)
Ratih
kerep dolan lan sinau ing omahku
‘Ratih sering bermain dan belajar di rumahku’
(12)
Kowe oleh nyanyi utawa
nari. ‘Kamu
boleh menyanyi atau menari’
Konstruksi wis dadi,
bade tindak, ora kudu sinau, kerep dolan lan sinau, dan oleh nyanyi
utawa nari adalah frasa verbal. Yang
menjadi inti pada masig-masing frasa verbal diatas adalah dadi, tindak,
sinau, nulis. Pada kalimat (11) dan
(12) kedua verba masing-masing kalimat menjadi inti dengan lan serta utawa
sebagai penghubungnya.
3.2 Jenis – Jenis Frasa Verbal
Menurut
konstruksiya, frasa verbal dapat terdiri atas verba inti dangan kata lain yang
bertindak sebagai penambah arti verba tersebut.
Konstruksi seperti wis dadi, bade tindak, ora kudu sinau adalah
jenis frasa verbal endosentrik atributif.
Frasa verbal seperti kerep dolan lan sinau, dan oleh nyanyi
utawa nari masing-masing mempunyai dua verba inti yang dihubungkan dengan kata lan dan utawa.
Frasa seperti itu disebut frasa endosentrik koordinatif.
3.2.1 Frasa Endosentrik Atributif
Frasa
verbal yang endosentrik atributif terdiri atas inti verba dan pewatas (modifier)
yang ditempatkan dimuka atau dibelakang verba inti. Yang
di muka dinamakan pewatas depan dan yang di belakang dinamakan pewatas
belakang.
Kelompok
kata yang berfungsi sebagai pewatas depan adalah kudu, oleh, isa,seneng, pingin, dan
arep. Dilihat dari segi urutannya, arep
selalu mendahului yang lain dan kata kudu mendahului isa, oleh,
seneng, pingin, dan arep. Dengan demikian maka bagannnya adalah
sebagai berikut.
Urutan
|
||
1
|
2
|
3
|
arep/bade
|
kudu
|
Oleh
isa
seneng
pingin
arep
|
Urutan pewatas verba
Perhatikan contoh berikut.
(13)
Siti arep budhal nang
pasar. ‘Siti
akan pergi ke pasar’
(14)
Kowe kudu nggarap PR. ‘Kamu harus mengerjakan PR’w
(15)
Dhewekke
oleh ngajokake beasiswa. ‘Dia dapat mengajukan
beasiswa’
(16)
Aku kudu isa ngalahake
Roni. ‘Aku harus bisa
mengalahkan Roni’
(17)
Aku arep kudu isa rampung. ‘Aku akan harus bisa selesai’.
Dari
contoh diatas, jelaslah bahwa kata yang dinamakan verba bantu itu memenuhi
urutan tertentu. Seperti pada contoh
(17), kemungkinan tiga jenis bisa dipakai bersama-sama tetapi pada umumnya
orang menghindari bentuk seperti ini.
Ada kelompok kata lain yang
dinamakan aspek yang bertindak pula sebagai pewatas depan verba dan dapat
bergabung dengan verba Bantu. Kelompok
aspek itu terdiri dari dua kata; yakni wis dan lagi.
Aspek wis dapat
mendahului atau mengikuti verba bantu arep atau kudu. Aspek lagi dapat berperilaku sama
dengan wis, tetapi terbatas pada verba bantu arep saja. Aspek lagi pada umumnya tidak dapat
bergabung dengan kudu. Dengan
memperhatikan keserasian makna, baik lagi maupun wis dapat
digabungkan dengan kelompok urutan ketiga verba bantu dengan ketentuan selalu
mendahului kelompok itu. Jadi, wis
isa, wis oleh, lagi seneng, dan lagi pingin berterima, tetapi *isa
wis, *oleh wis, *seneng lagi, dan *pingin lagi tidak berterima.
Perhatikan contoh berikut.
(18)
Agus
wis setuju. ‘Agus sudah setuju’
(19)
Parmin lagi maca
Koran. ‘Parmin sedang membaca
koran’
(20)
Buyutku wis arep
lunga. ‘Buyutku sudah akan
pergi.’
(21)
Aku arep wis rampung
yen kowe teka jam lima sesok. ‘Aku
akan sudah selesai ketika kamu datang jam lima besuk.’
(22)
Wati lagi arep adus.
‘Wati sedang akan mandi’
(23)
Yen kowe teka saiki,
deweke arep lagi nggarap soal iku. ‘Kalau kamu datang sekarang, dia akan sedang
mengerjakan soal itu.’
(24)
Masmu wis kudu teka
kene jam lima isuk. ‘Masmu
sudah harus sampai sini jam lima pagi.’
(25)
Masmu kudu wis teka
kene jam lima isuk. ‘Masmu
harus sudah sampai sini jam lima pagi.’
(26)
Adhimu wis oleh
ngombe es. ‘Adikmu sudah boleh minum
es.’
(27)
Aku wis isa
ngalahake Tumini. ‘Aku
sudah bisa mengalahkan Tumini.’
(28)
Ibune
wis arep isa mbayari SPPne. ‘Ibunya
sudah akan bisa membayar SPP-nya.’
(29)
Aku kudu wis isa
nrampungake perkara iki saiki. ‘Aku
harus sudah bisa menyelesaikan perkara ini sekarang.’
Pertukaran
tempat dari aspek dan verba bantu itu pada umumnya menimbulkan pergeseran arti
yang halus. Walaupun demikian,
pembalikan tempat itu kadang-kadang juga tidak menimbulkan perbedaan makna. Perhatikan kalimat (24) dan (25).
Disamping
verba bantu dan aspek, ada kelompok ketiga yang dapat pula bertindak sebagai
pembatas depan verba. Kelompok itu
disebut kelompok pengingkar yang terdiri dari kata ora ‘tidak’ dan during
‘belum’. Kaidah umum mengenai pengingkar
itu ialah tidak mengingkarkan kata yang berdiri di depannya. Perhatikan contoh berikut.
(30)
Aku ora kawin ‘ Aku tidak kawin’
(31)
Aku ora kudu kawin ‘Aku tidak harus kawin’
(32)
Aku kudu ora kawin ‘Aku harus tidak kawin’
Pada kalimat (30), ora
mengingkarkan verba kawin. Pada kaliamt
(31) yang diingkarkan adalah kata kudu atau kudu kawin. Pada nomor (32) kudu tidak dikenai
ingkar oleh kata ora; yang dikenai ingkar hanya kata kawin
saja. Dengan demikian, makna kalimat
(32) sama dengan aku kudu lajang ‘aku harus lajang’.
Pada dasrnya pengingkar ora dapat ditempatkan
dimana saja diantara verba bantu, di antara kata-kata aspek, atau di antara
kedua kelompok itu. Berikut
adalah beberapa contoh tambahan.
(33)
Adhiku
ora arep teka. ‘Adikku tidak akan (mau)
datang’
(34)
Adhiku arep ora teka. ‘ Adikku akan tidak datang’
(35)
Adhiku ora arep (bakal)
ora teka. ‘Adikku
tidak akan tidak datang’
Dari contoh nomor (35) di
atas nampak bahwa dua pengingkar dapat dipakai bersama-sama jika maknanya memungkinkan.
Berbeda
dengan pewatas depan, pewatas belakang verba sangat terbatas macam dan
kemungkinannya. Pada umumnya pewatas
belakang verba terdiri atas kata seperti malih atau maneh (dalam
arti tambah satu kali). Berikut adalah contohnya.
(36)
Aku
nulis maneh makalah iki. ‘Aku menulis lagi makalah
ini’
(37)
Parmi ora bakal teka
maneh. ‘Parmi tidak akan
datang lagi.’
Contoh (37) menunjukkan kemungkinan adanya pewatas
depan dan pewatas belakang pada frasa verba yang sama.
3.2.2.
Frasa Endosentrik Koordinatif
Wujud frasa endosentrik koordinatif
sangatlah sederhana, yakni dua verba yang digabungkan dengan memakai kata
penghubung lan ‘dan’ atau utawa ‘atau’. Tentu saja verba bentuk itu juga dapat
didahului atau diikuti oleh pewatas depan dan pewatas belakang. Perhatikan
contoh berikut.
(38)
Surti
nangis lan ngratapi nasipe ‘Surti menangis dan meratapi nasibnya’
(39)
Kowe
nari utawa nyanyi?. ‘Kamu menari atau menyanyi?’
4. Kesimpulankj
- Hal yang paling membedakan antara frasa dan kata
majemuk ialah bahwa kata majemuk memiliki makna baru atau memiliki satu
makna.sedangkan frasa tidak memiliki makna baru melainkan makna sintaktik
misalnya, nggado ati ‘membuat jengkel’ nggado dan ati
tidak dimaknai kata perkata melainkan menjadi satu kesatuan yang punya
makna baru yaitu membuat jengkel.
- Berdasarkan bentuk morfologisnya, verba majemuk
terbagi atas verba majemuk dasar, verba majemuk berafiks, dan verba
majemuk berulang.
- Dilihat dari konstruksinya, frasa verbal dapat
terdiri atas verba inti dengan kata lain yang bertindak sebagai penambah
arti verba tersebut. Konstruksi
seperti wis tangi, arep lunga, ora kudu lunga merupakan jenis frasa
verbal yang berbentuk endosentrik atributif. Frasa verbal seperti nari lan
nyanyi, tangi utawa turu masing-masing mempunyai verba inti
yang dihubungkan dengan lan dan utawa. Frasa seperti itu disebut endosentrik
koordinatif.
Posting Komentar untuk "Sintaksis Bahasa Jawa: FRASA VERBAL DAN VERBA MAJEMUK DALAM BAHASA JAWA"