Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

RESUME PENGANTAR SEMANTIK BAHASA INDONESIA ABDUL CHAER EDISI REVISI BAB II

RESUME
PENGANTAR SEMANTIK BAHASA INDONESIA
ABDUL CHAER
EDISI REVISI BAB II
II. MAKNA DAN MASALAHNYA
            Sudah disebutkan pada bab yang lalu bahwa objek studi semantik adalah makna, atau dengan lebih tepat makna yang terdapat dalam satuan-satuan ujaran seperti kata, frase, klausa, dan kalimat. Makna adalah penerjemahan dari sebuah ungkapan baik berupa ujaran maupun tindakan yang telah disepakati oleh penggunanya sehingga menimbulkan pemahaman bagi yang menerjemahkannya dan dapat dirasakan maupun ditindak lanjuti dengan ujaran maupun tindakan yang berkaitan dengan makna tersebut. Untuk menerangjelaskan perbedaan konsep makna, informasi, dan maksud itu berikut ini akan dibicarakan satu per satu berdasarkan teori Verhaar (1978).
2.1  Pengertian Makna
Hubungan antara kata dan makna bersifat arbiter, tidak ada hubungan wajib antara deretan fonem pembentuk kata itu dengan maknanya. Namun, hubungannya bersifat konvensional. Artinya, disepakati oleh setiap anggota masyarakat suatu bahasa untuk mematuhi hubungan itu; sebab kalau tidak, komunikasi verbal yang dilakukan akan mendapat hambatan. Oleh karena itu, dapat dikatakan, secara sinkronis hubungan antara kata dengan maknanya tidak akan berubah.  
2.2  Informasi
Banyak orang yang menyatakan suatu kalimat tertentu sama maknanya dengan parafrase dari kalimat tersebut. Ini keliru, sebab parafrase tidak lain daripada rumusan informasi yang sama dalam bentuk ujaran yang lain. Contoh : Dika menendang bola dapat dikatakan parafrase dari kalimat , atau juga sebaliknya. Malah bait puisi berikut (dari Ali Hasym):
            Pagiku hilang sudah melayang
            Hari mudaku sudah pergi
            Sekarang petang datang membayang
            Batang usiaku sudah tinggi
Adalah parafrase dari kalimat saya sudah tua karena informasinya sama. Hanya rumusannya yang berbeda.
Di samping parafrase ada juga istilah perifrase, yaitu informasi yang sama dengan rumusan yang lebih panjang. Jadi, kalimat Bola detendang oleh Dika adalah perifrase dari kalimat Bola ditendang Dika karena rumusannya lebih panjang yaitu dengan adanya preposisi oleh. Begitu juga frase Gadis yang mengenakan baju merah itu adalah perifrase dari gadis yang berbaju merah itu.
Suatu perifrase menambah sesuatu pada yang diperifrasekan tetapi tetap mempertahankan informasinya yang sama. Maka dapat dikatakan bahwa setiap perifrase adalah parafrase juga, tetapi tidak setiap parafrase adalah perifrase, dan jangan sampai pernah terbolak-balik kedua istilah tersebut.
2.3  Maksud
Informasi dan maksud sama-sama sesuatu yang luar-ujaran. Hanya bedanya kalau informasi itu merupakan sesuatu yang luar-ujaran dilihat dari segi objeknya atau yang dibicarakan; sedangkan maksud dilihat dari segi si pengujar, orang yang berbicara, atau pihak subjeknya. Contoh: kalimat tanya “Koran, koran?” atau “Jeruk, Pak?”, padahal mereka yang mengujarkan tidak bermaksud untuk bertanya melainkan menawarkan.
Maksud banyak digunakan dalam bentuk-bentuk ujaran yang disebut metafora, ironi, litotes, dan bentuk-bentuk gaya bahasa lain.
Makna menyangkut segi lingual atau dalam-ujaran, sehingga padanya kita menemukan persoalan semantik leksikal, semantik gramatikal, dan semantik kalimat. Sedangkan informasi menyangkut segi objek yang dibicarakan. Jadi, informasi tidak menyangkut persoalan semantik karena sifatnya yang berada di luar bahasa (ekstralingual). Sebaliknya, maksud yang menyangkut pihak pengujar masih memiliki persoalan semantik, asal saja lambang-lambang yang digunakan masih berbentuk lingual.
2.4  Tanda, Lambang, Konsep, dan Definisi
Tanda dalam bahasa Indonesia pertama-tama adalah berarti ‘bekas’. Coba anda renungkan apa yang ditandai dengan hal-hal berikut: (a) bunyi petir, (b) kokok ayam jantan di pagi hari, (c) asap mengepul yang tampak dari kejauhan, (d) seseorang yang terduduk dengan nafas yang tersengal-sengal (ngos-ngosan), dan (e) kulit tangan yang menebal (kapalan), itu semua merupakan yang dimaksud dengan tanda.
Lambang juga sebenarnya adalah tanda. Hanya bedanya lambang ini tidak memberi tanda secara langsung, melainkan melalui sesuatu yang lain. Misalnya, warna merah pada bendera Sang Merah Putih merupakan lambang “keberanian”, dan warna putih merupakan lambang “kesucian”.
Konsep sebagai referen dari suatu lamabang memang tidak prnah bisa “sempurna”. Oleh karena itulah kalau kalau kita menyebut <kursi> atau <pemuda> atau lambang apa saja, orang sering bertanya “apa yang anda maksud dengan kursi itu?”. Semua ini membuat orang berusaha merumuskan konsep-konsep yang ada batasan. Secara umum definisi atau batasan ini memberi rumusan yang lebih teliti mengenai suatu konsep, walaupun definisi itu sendiri seringkali juga banyak kelemahannya.
2.5  Beberapa Kaidah Umum
(1)   Hubungan antara sebuah kata dengan rujukan atau acuan bersifat arbiter.
(2)   Secara sinkronik makna sebuah kata tidak berubah, secara diakronik ada kemungkinan berubah.
(3)   Bentuk-bentuk yang berbeda akan berbeda pula maknanya.
(4)   Setiap bahasa memiliki sistem semantik sendiri yang berbeda
(5)   Makna setiap kata dalam suatu bahasa sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup dan sikap anggota masyarakat yang bersangkutan.

(6)   Luasnya makna yang dikandung sebuah bentuk gramatikal berbanding terbalik dengan luasnya bentuk tersebut.

Posting Komentar untuk "RESUME PENGANTAR SEMANTIK BAHASA INDONESIA ABDUL CHAER EDISI REVISI BAB II"