Tata Cara Menulis Karya ilmiah Berupa Makalah
Tata Cara Menulis Karya ilmiah
Berupa Makalah
Pada
prinsipnya, makalah adalah suatu bentuk kecil dari penulisan karya ilmiah,
walaupun seperti itu, harus tetap memperhatikan elemen-elemen karya ilmiah pada
makalah itu sendiri, tanpa itu karya tulis kita tidak bisa disebut makalah.
Bentuk elemen dasar
sebuah makalah terdiri dari :
- Cover (hardcover maupun softcover)
- JudulKata pengantar / Prakata
- Daftar isi
- Bab I : Pendahuluan
- Bab II : Isi
- Bab III : Penutup
- Daftar Pustaka
3.
Penjabaran dari
elemen-elemen tersebut sebagai berikut :
1. Cover
- Logo lembaga/ Institusi
-
Judul Makalah
-
Tujuan pembuatan makalah
-
Nama pembuat
-
Nama lembaga, beserta alamat
-
Tahun akademik
Contoh :

SEMANTIK BUDAYA DALAM
TRADISI
1 SURA DI DESA TRAJI KECAMATAN PARAKAN
KABUPATEN TEMANGGUNG
Disusun
guna untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah
SEMANTIK
Dosen Pengampu : Drs. Widodo
Disusun
Oleh :
Nama : Arif Nugroho
NIM : 2601413083
Rombel :
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
2.
Judul Makalah
-
(boleh dimasukkan seperti bentuk cover)
Kata Pengantar / Prakata
Mukadimah
atau pembuka, misalnya ucapan puji syukur dan lain sebagainya. Sekilas mencantumkan
judul makalah.
Ucapan
terima kasih kepada pihak-pihak yang dianggap membantu dalam pembuatan makalah
tersebut, misalnya atas dukungan moral dan materi yang diberikan, maka penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
Penutup
mukadimmah
Misalnya
penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun dari rekan-rekan pembaca sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan makalah ini.
Tanggal
dan nama penulis
Misalnya,
Jakarta, 29 Juli 2014
Andi
Raharjo
4.
Daftar Isi
Daftar
isi bertujuan untuk memudahkan pembaca dalam pencarian materi yang ada dalam
makalah tersebut berikut halamannya.
Halaman
Judul
..................................................................................................................
i
Prakata
.............................................................................................................................
ii
Daftar
isi
...........................................................................................................................
ii
Dan
seterusnya........................
Contoh
:
5.
Bab I Pendahuluan
Dalam
bab ini kita menerangkan konsep. Rencana, gagasan, seputar permasalahan dan
tujuan yang termuat dalam Latar Belakang.
Tentukan
juga Ruang Lingkup penelitian yang akan mencakup proses-proses yang digunakan
untuk menuangkan permasalahan.
Tambahkan
juga Tujuan dan Manfaat dari permasalahan yang sedang dibahas.
Contoh
:
Bahasa merupakan alat komunikasi
yang unik dan bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain. Bermacam-macam
bahasa yang jumlahnya lebih dari ribuan tersebar luas di muka bumi ini. Untuk
mengetahui bahasa dari wilayah yang berbeda maka kita harus mengetahu sistem
bahasa tersebut. Bahasa yang dikuasai oleh peutur adalah bahasa pertama atau
bahasa ibu. Pemerolehan bahasa pertama berkaitan dengan proses-proses yang
terjadi pada waktu seseorang masih anak-anak.oleh karenanya bahasa pertama erat
kaitannya dengan perkembangan sosial anak dan karenanya juga erat kaitannya
dengan pembentukan identitas sosial. Ketika seseorang berada dalam suatu
komunitas masyarakat tertentu, maka mereka akan dituntut untuk mempelajari
bahasa masyarakat tertentu tersebut. Bahasa yang kemudian dipelajari merupakan
bahasa kedua. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama,
sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer 2003:167).
Pemerolehan bahasa kedua menyebabkan
individu atau kelompok individu dapat menggunakan dua bahasa atau lebih sebagai
sarana berkomunikasi secara bergantian. Orang yang dapat menggunakan dua bahasa
atau lebih sebagai sarana berkomunikasi disebut dwibahasawan. Kontak bahasa yang
terjadi dalam diri dwibahasawan menyebabkan saling pengaruh antara bahasa ibu
(B1) dan bahasa kedua (B2). Saling pengaruh ini dapat terjadi pada setiap unsur
bahasa, seperti fonologi, morfologi, dan sintaksis. Penggunaan sistem bahasa
tertentu pada bahasa lainnya disebut transfer. Bila sistem yang digunakan itu
bersamaan, maka transfer itu disebut transfer positif. Sebaliknya, bila sistem
yang digunakan itu berlainan atau bertentangan disebut transfer negatif.
Transfer negatif menyebabkan timbulnya kesulitan dalam pengajaran B2 dan
sekaligus merupakan salah satu sumber kesalahan berbahasa (Tarigan & Lilis
1998:22).
Adanya faktor-faktor sosial dan
faktor-faktor situsional yang memengaruhi pemakaian bahasa maka timbullah
variasi-variasi bahasa. Sedangkan adanya berbagai variasi bahasa menunjukkan
bahwa bahasa – atau lebih tepatnya pemakaian bahasa – itu bersifat aneka ragam
(heterogen). Keanekaragaman bahasa nampak dalam pemakaian baik secara individu
maupun kelompok. Secara individu peristiwa itu dapat kita amati pada pemakaian
bahasa seseorang. Setiap orang berbeda cara pemakaian bahasanya. Perbedaan itu
bisa kita lihat dari segi lagu dan intonasinya, pilihan kata-katanya, susunan
kalimatnya, cara mengemukakan idenya dan sebagainya. Atau dengan kata lain, kita
dapat membedakannya dari segi fonetik-fonemiknya, kosa kata atau leksikonnya,
gramatika serta gaya tuturannya. Sifat-sifat khusus (karakteristik) pemakaian
bahasa perseorangan dikenal dengan istilah idiolek
(Bloch, 1942).
Secara kelompok heterogenitas
pemakaian bahasa dapat dikenal antara lain dengan memperhatikan adanya dialek. Dialek menunjukkan adanya
kekhususan pemakaian bahasa di dalam daerah tertentu atau tingkat masyarakat
tertentu, yang berbeda dengan pemakaian bahasa di daerah atau tingkat masyarakat
yang lain. Perbedaan pemakaian bahasa yang disebabkan oleh perbedaan asal
daerah penuturnya disebut dialek
geografis, sedangkan perbedaan pemakaian karena perbedaan tingkat
kemasyarakatan penuturnya disebut dialek
sosial atau sosiolek (Fishman, 1971:379).
Dalam pengertian seperti itu mungkin sekali dalam suatu dialek geografis
terdapat pula berbagai sosiolek, sebab masyarakat penutur yang memakai dialek
daerah itu terdiri dari berbagai tingkat kemasyarakan.
Penggunaan variasi bahasa kolokial
ini dialami oleh masyarakat Dusun Tanurejo di Kec. Parakan Kab. Temanggung, di
mana daerah tersebut merupakan daerah peralihan antara dua wilayah yang
penggunaan bahasanya sudah jauh berbeda. Kec. Parakan ke arah barat berbatasan
dengan Kabupaten Wonosobo yang mayoritas bahasanya Banyumasan atau ngapak, dan
Kec. Parakan ke arah timur penggunaan bahasanya sudah mengikuti gaya Mataraman
karena Kab. Temanggung berbatasan dengan Kab. Magelang sampai ke selatan.
Sedangkan yang arah utara berbatasan dengan Kab. Kendal dan sebagian Kab.
Semarang. Dan yang menjadi titik fokus adalah daerah Kec. Parakan itu sendiri
yang condong menggunakan bahasa bergaya Mataraman namun masih ada campuran
bahasa Banyumasan atau ngapak dan juga tingkat intonasi yang sangat kental kekhasannya.
Penggunaan dialek yang mengandung
variasi bahasa kolokial tersebut tampak seperti contoh (1) berikut ini.
(1) Rindi kang? Samang arek mlaku pa
montorang?
“Mau kemana mas? Kamu
mau jalan kaki atau naik angkot saja.”
(Mbak
Ning warga Dusun Tanurejo)
Dari
contoh kalimat di atas terlihat kekhasan dialek daerah Parakan, yaitu pada
pengucapan Rindi merupakan pemendekan
dari “Maring ngendi” yang artinya “mau kemana”. Dan kata maring sendiri merupakan struktur kata bergaya Banyumasan. Kemudian
pada kata Samang merupakan kata yang
khas digunakan oleh masyarakat Temanggung pada umumnya dan masyarakat Parakan
pada khususnya. Kata tersebut merupakan pemendekan dari kata “Sampeyan”
dikarenakan lebih ringkasnya penggunaan kata “samang” dibanding dengan “sampeyan”.
Kadang juga ada yang menggunakan kata sampeyan dengan lengkap, namun pada
pengucapannya menjadi “Sampeyang”. Dan kata tersebut diartikan sama dengan kata
“kamu”, ragamnya pun ada beberapa yang digunakan oleh masyarakat Temanggung
Kec. Parakan seperti “Dhe e dan kowe”, namun yang lebih condong adalah
penggunaan kata “dhe e dan samang”. Kemudian pada kata arek sama artinya dengan kata arep,pan,meh,
apeh yang artinya adalah “Mau”, dan lebih condong menggunakan kata “arek”
dan kadang ada juga yang mengucapkannya menjadi “ak”, misalnya “ak rindi
kang?”. Selanjutnya pada kata pa
merupakan pemendekan dari kata “apa” yang artinya adalah “apa”. Dan yang
terakhir adalah pada kata montorang,
ini adalah kata yang biasa digunakan masyarakat parakan dan sekitarnya.
Lumrahnya adalah “montoran”, namun masyarakat Parakan terutama yang daerah
pegunungan lebih nyaman menggunakan “montorang” yang artinya naik
mobil/mengendarai mobil.
Dari contoh kalimat di atas dapat
kita ketahui bahwa bahasa yang digunakan pada suatu masyarakat atau komunitas
sangat beragam dan unik atau memiliki kekhasan tersendiri. Bahkan mungkin hanya
masyarakat terkait saja yang mengetahui dan mengerti maksud dari kata-kata yang
digunakan pada kesehariannya.
Oleh
sebab dari hal-hal tersebut maka peneliti tertarik meneliti kolokial “Variasi
Bahasa Kolokial Pada Percakapan Sehari-hari Masyarakat Dusun Tanurejo Kecamatan
Parakan Kabupaten Temanggung”. Sehingga pada akhirnya hasil dari penelitian
diharapkan dapat menjadi tambahan informasi kepada peneliti-peneliti lain dan
berguna bagi para pembaca.
1. Apa saja kata yang ditemukan yang
terindikasi variasi bahasa kolokial di Dusun Tanurejo?
2. Bagaimana asal pembentukan kata
variasi bahasa kolokial pada kata-kata yang diucapkan oleh masyarakat tersebut.
Tujuan penulisan karya ilmiah ini
adalah mengetahui dan mempelajari variasi bahasa kolokial dan kekhasan bahasa
suatu komunitas pada daerah tertentu. Dan pada penelitian ini peneliti mengkhususkan
pada komunitas masyarakat di Dusun Tanurejo Kec. Parakan Kab. Temanggung.
Penelitian ini mempunyai dua
manfaat, yaitu manfaat praktis dan manfaat teoritis.
a) Manfaat
Teoritis
Penelitian
ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan bahasa, khususnya
dalam analisis variasi bahasa kolokial pada suatu komunitas di daerah tertentu.
b) Manfaat
Praktis
Penelitian
ini diharapkan memberi manfaat bagi para peneliti lain sebagai tambahan
informasi mengenai analisis bahasa khususnya tataran sosiolinguistik.
6.
Bab II Isi
Uraikan
isi atau materi makalah di sini, mulai dari :
-
Definisi/ Landasan teori
-
Ulasan materi
-
Penyelesaian masalah
-
Solusi, Hasil Penelitian
-
Kontribusi terhadap permasalahan yang
ada pada materi makalah
Contoh :
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Semantik
dan Hubungan Semantik dengan Semantik Budaya
Secara
etimologis, semantik merupakan istilah dalam bahasa Indonesia. Istilah semantik
berasal dari bahasa Inggris yaitu Semantics. Kedua istilah itu
(Semantik dan Semantics) bila dilihat bentuknya masih menunjukkan
kemiripan. Kemiripan tersebut memang benar, karena keduanya tidak persis sama.
Apabila dilihat perubahannya, maka istikah dari bahasa Inggris itu mengalami
perubahan bentuk setelah menjadi bahasa Indonesia. Adapun makna yang
didukungnya, yaitu menunjukkan kesamaan. Semantik berarti ilmu kata
(pengetahuan mengenai seluk beluk dan pergeseran arti kata-kata) (KUBI, 1985),
dansemantics=the study of meaning (Websterts Third New International Dictionary).
Beberapa
pendapat ahli mengenai semantik adalah sebagai berikut.
1. Semantik adalah cabang sistemik
bahasa yang menyelidiki makana kata atau arti (Verhar, 1983: 9).
2. Semantik
adalah ilmu kata (Fokker, 1985).
3. Semantik adalah cabang
linguistik yang bertugas semata-mata meneliti makna kata, bagaimana mula-mulanya,
bagaimana perkembangannya, dan apa sebab-sebabnya terjadi perubahan makna dalam
sejarah bahasa (Muljana, Slamet, 1964: 1).
4. Semantik adalah tata bahasa yang
meneliti makna dalam bahasa tertentu, mencari asal mula dan perkembangan dari
suatu kata (Keraf, Gorys, 1984: 129).
5. Harimurti
Kridalaksana (1982: 149) mengatakan bahwa Semantik adalah
a. Bagian dari struktur bahasa yang
berhubungan dengan makna dari ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu
perkataan.
b. Sistem
penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya.
6. Semantik adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari masalah makna (Sarju SM, 1982: 98).
7. Semantik adalah ilmu pengetahuan
yang menyelidiki makna kata-kata umumya, tetapi juga arti kata-kata dalam berbagai
bahasa tertentu dan juga perkembangan-perkembangan antara arti-arti itu dan
perubahan arti kata-kata itu dari zaman ke zaman (Ensiklopedi Indonesia,
Sandung hal.1230).
Jadi,
dapat ditarik kesimpulan bahwa semantik adalah kajian mengenai makna
satuan lingual (kata atau kalimat), dengan satuan analisisnya berupa arti atau
makna.
Dalam
kenyataannya, pengertian semantik tidak hanya menjadi perhatian dalam
linguistik saja, akan tetapi ilmu semantik juga telah dimanfaatkan oleh ilmu
lain (selain linguistik). Hubungan Semantik dengan tataran Ilmu Sosial
lain
berlainan dengan tataran analisis bahasa lain, semantik adalah cabang imu linguistik yang memiliki hubungan dengan Ilmu sosial, seperti sosiologi dan antropologi. Bahkan juga dengan filsafat dan psikologi.
berlainan dengan tataran analisis bahasa lain, semantik adalah cabang imu linguistik yang memiliki hubungan dengan Ilmu sosial, seperti sosiologi dan antropologi. Bahkan juga dengan filsafat dan psikologi.
Semantik
secara luas dapat ditemukan adanya semantik budaya. Semantik sendiri adalah
ilmu yang mempelajari tentang makna kata atau kalimat.
Sedangkan Kebudayaan merupakan seluruh total dari pikiran, karya, dan
hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya, dan karena itu hanya
bisa dicetuskannya setelah melalui suatu proses belajar.
Semantik
budaya yaitu Semantik yang mempelajari tentang budaya yang ada di dalam suatu masyarakat. Semantik
dianggap berkepentingan dengan kultural/ budaya dikarenakan analisis
makna pada sebuah bahasa melalui budaya suatu masyarakat penuturnya.
Misalnya
ritual adat Tradisi 1 Sura di Desa Traji, Grebek Besar, Sedekah Bumi, Sedekah
Laut, dan lain-lain.
Dalam
analisis semantik, bahasa bersifat unik dan memiliki hubungan yang erat dengan
budaya masyarakat penuturnya. Maka, suatu hasil analisis pada suatu bahasa,
tidak dapat digunakan untuk menganalisi bahasa lain.
2.2 Asal mula diadakannya Tradisi 1
Sura di Desa Traji
Ritual Sendang Sidukun untuk menyambut bulan Suro di Desa
Traji Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung. Ritual ini dilakukan warga Desa Traji
Parakan Temanggung pada malam tahun baru Islam atau tahun baru kalender Jawa, yaitu
1 Sura / 1 Muharram. Seperti yang sudah dilakukan setiap tahunnya, ritual ini
dipimpin oleh Kepala Desa Traji dengan didampingi Istri di mata air Sendang
Sidukun yang terletak dipinggir jalan raya Parakan – Sukorejo. Warga yang hadir
tidak hanya dari warga Desa Traji tapi juga warga Temanggung secara
keseluruhan, bahkan ada yang dari luar Temanggung.
Awal mula rangkaian ritual Tradisi 1 Sura di Desa
Traji ini adalah terjadinya kejadian-kejadian aneh yang melanda desa tersebut
dan secara turun temurun menjadi mitos bagi warga sekitar yang mempercayainya.
Kejadian-kejadian aneh tersebut meliputi banyaknya bencana yang melanda desa
seperti gagal panen, hujan angin, hujan es, dan banyak yang sakit-sakitan,
kemudian pada salah satu malam warga mendengar suara gamelan yang mengiringi
wayang dan suaranya sama persis seperti pertunjukan wayang pada umumnya.
Setelah itu warga yang mayoritas pecinta pergelaran wayang tersebut
berbondong-bondong mencari sumber suara untuk menyaksikan pergelaran wayang
tersebut, dan anehnya warga tidak dapat menemukan sumber suara tersebut.
Menurut juru kunci Sendang Sidukun, saat suara gamelan
sudah selesai dan sang dalang mau pulang terjadi keanehan juga, yaitu sang
dalang dibayar dengan beberapa karung kunyit. Sang dalang merasa curiga dan heran
kenapa diberikan upah seperti itu dan hanya mengambil beberapa saja untuk
dibawa pulang. Sebelum ia pulang ia mengambil jaket yang ia gantungkan di dekat
geber seingat dia, akan tetapi setelah ia tersadar jaketnya ternyata tergantung
di atas pohon ringin besar yang ada di tempat ia mendalang berdekatan dengan
Sendang Sidukun. Sang dalang merasa bingung atas apa yang telah terjadi, lalu
ia memutuskan pulang dan keanehan selanjutnya adalah kunyit yang tadi ia
kantungi tiba-tiba berubah menjadi emas batangan. Setelah kejadian itu sang
dalang mengkonfirmasi dan bertanya kepada warga dikemudian hari tentang siapa
warga yang menemuinya untuk mendalang di Desa Traji tersebut, akan tetapi
jawaban sesepuh desa juga membuat dalang bingung, pasalnya warga merasa tidak
mengundang dalang untuk mendalang di desa tersebut.
Kejadian aneh berikutnya ketika acara Suranan warga
tidak mengadakan acara wayangan, kemudian beberapa hari berikutnya terjadilah
bencana-bencana seperti semula yang melanda Desa Traji tersebut. Wargapun
merasa bingung, lalu dengan demikian warga berinisiatif mengadakan
ritual-ritual yang dilakukan seperti yang saat ini secara turun-temurun
dilaksanakan setiap 1 Sura, dan alhasil warga terhindar dari bencana dan mala
petaka seperti yang terdahulu.
2.3 Makna
yang terkandung dalam Tradisi 1 Sura di Desa Traji dalam kaitannya dengan
Semantik Budaya
Setiap
tanggal 1 Sura masyarakat Desa Traji melakukan ritual tradisi 1 Sura. Dimulai
dari kirab hingga diakhiri dengan pergelaran wayang kulit, semuanya
dilaksanakan dengan penuh antusias. Sampai saat ini kegiatan tersebut masih
tetap berlangsung, bahkan ditumbuh kembangkan.
Prosesi tradisi
1 Sura di Desa Traji (Rangkaian Kegiatan)meliputi:
-
Nikah Ulang
Dalam Ritual ini, Kepala desa dengan didampingi istri
menggunakan pakaian adat Jawa kebesaran kerjaan dengan diiringi oleh
warga laki-laki baik perangkat desa maupun warga biasa dengan menggunakan
pakaian adat Jawa gaya Yogyakarta.
-
Kirab
Ritual dimulai dengan berjalan kaki dari balai desa
menuju mata air sendang sidukun yang berjalak 500 meter dengan mengusung tandu
sesaji dan dua gunungan hasil bumi masyarakat Traji. Untuk isi sesaji
diantaranya ada jajan pasar, kembang, kemenyan, ingkung ayam, kepala kambing
dan minuman sedangkan untuk gunungan biasanya berupa kacang panjang, sawi,
cabai, bawang merah, bawang putih, terong dan singkong, Ritual dilaksanakan
antara pukul 18.00 – 19.00 WIB. Mata air sendang sidukun sendiri merupakan sumber
air utama bagi para petani setempat, dengan jumlah penduduk sekitar 3.600 jiwa
atau 995 KK.
-
Pembacaan Doa
Rangkaian ritual berikutnya adalah pembacaan doa oleh
kades dan warga langsung menceburkan diri ke dalam sendang dan berebut aneka
sesaji yang berada di dekat mata air tersebut, hal yang dinantikan juga adalah
pembagian air dari mata air tersebut oleh juru kunci Sendang Sidukun. Setelah
ritual di Sendang selesai maka rombongan akan kembali ke balai desa, kades dan
istri duduk berdampingan dan mendapat sungkeman dari semua perangkat desa dan
warga sekitar. Menurut kades Traji tradisi ini sudah berlangsung lebih dari 200
tahun setiap malam 1 suro.
-
Pergelaran Wayang Kulit
Kemeriahan dirasakan jauh-jauh hari dengan adanya
pasar malam dimana warga masyarakat menggelar lapak dagangannya dikiri kanan
jalan raya dan arena permainan di Lapangan desa setempat, dan puncaknya adalah
H-3 sampai H+4 dari 1 suro yang biasa ditutup dengan wayangan.
Makna
yang terdapat dalam tradisi 1 Sura di Desa Traji dalam kaitannya dengan
semantik budaya adalah sebagai berikut:
a. Suatu bentuk
ucapan syukur kepada Sang Pencipta atas limpahan rizki yang telah diberikan
kepada masyarakat setempat.
b. Bentuk
ritual penolak balak bagi masyarakat Desa Traji dan sekitarnya.
c. Memohon berkah
kepada Allah SWT agar sesepuh dan seluruh masyarakat diberi ketentraman
dan kelancaran dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari.
d.
Makna ujaran berkaitan dengan perlengkapan ritual tradisi 1 Sura di Desa Traji
NO
|
Leksikon
|
Makna Leksikon
|
Makna Kultural
|
1.
|
Kenduren
|
Memohon
do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberi keselametan.
|
Slametan
kenduren yang terdiri dari nasi tumpeng, golong (bulatan nasi) 7 buah dan
sayur. Supaya upacara 1 Sura dapat berjalan lancar.
|
2.
|
Kain
truntum
|
Kain
yang digunakan pengantin pada hari pernikahan.
|
|
3.
|
Menyan
|
Getah
pohon kemenyan
|
Memohon
kepada Tuhan Ynag Maha Esa agar diberi keselamatan supaya upacara sesaji 1
Sura dapat berjalan dengan baik dan lancar.
|
4.
|
Blencong
|
Lampu
sorot kelir
|
Lampu
yang digunakan untuk pagelaran wayang.
|
5.
|
Balak
|
Bencana
|
Desa
Traji kalau tidak melakukan Tradisi 1 Sura, akan ada bencana. Contoh: ada
yang sawahnya gagal panen, ada yang dagangan yang tidak laku-laku dll.
|
6.
|
Kidungan
|
Macapat
atau nembang Jawa
|
Macapat
yang mempunyai tujuan untuk ketentraman dan kesejahteraan masyarakat Desa
Traji.
|
7.
|
Golong
|
Nasi
yang dibentuk bulat yang berjumlah 7 buah.
|
Menggolongkan
atau menyatukan doa apa yang dituju.
|
8.
|
Lanyahan
|
Bermacam-macam
masakan sayuran.
|
Supaya
doa-doa yang dituju terkabul.
|
9.
|
Bucu
|
Nasi
yang dibentuk kerucut
|
Bahwa
hidup harus satu tujuan yang kuat, yaitu kepada Tuhan.
|
10.
|
Jajan
pasar
|
Berupa
hasil bumi yang diolah para petani, misalnya: pisang, tebu, jagung, kacang
dll.
|
Betul-betul
pasrah kepada Tuhan.
|
11.
|
Kembang
setelon
|
Manusia
hidup itu harus bisa meninggalkan dan
memberikan sesuatu kebaikan kepada sesama.
|
|
12.
|
Beras
kaputro
|
Beras
kuning
|
Bila
mempunyai rezki atau kenikmatan dari Tuhan jangan dimakan sendiri, tetapi
harus bagi-bagi dengan sesama agar menjadi berkah.
|
13.
|
Ndhas
wedhus
|
Kepala
kambing yang digunakan untuk sesaji.
|
Menandakan
jika menjadi pemimpin menunduklah seperti kepala kambing tersebut, yaitu bisa
menoleh keatas dan menoleh kebawah kaki, kepala kambing menandakan agar bisa
tanggung jawab ke atas kepada Tuhan YME dan ke bawah kepada rakyat yang
dipimpinnya.
|
14.
|
Pala
wija
|
Hasil
bumi
|
Yang
diharapkan petani khususnya petani Desa Traji supaya bisa makmur dan bisa
menghasilkan banyak dan berkah.
|
15.
|
Ingkung
|
Ayam
kampung, yang digunakan ayam jago
|
Mengendalikan
hawa nafsu
|
16.
|
Cucuk
pitik jago
|
Mulut
ayam
|
Mengendalikan
hawa nafsu dari pembicara supaya dapat berbicara yang baik-baik saja
|
17.
|
Swiwi
pitik jago
|
Sayap
ayam jago
|
Mengendalikan
hawa nafsu dari mengambil barang yang bukan haknya.
|
18.
|
Ketan
|
Beras
ketan
|
Mempererat
persaudaraan
|
19.
|
Wajik
|
Yang
terbuat dari beras ketan dan dicampur dengan gula Jawa.
|
Wujud
dari persaudaraan menunjukan yang manis-manis atau yang baik-baik saja.
|
20.
|
Kembang
mboreh
|
Bunga
yang terdiri dari 3 macam (kembang ketelon)
|
Harus
berbuat baik kepada tiga golongan : orang tua, guru, dan saudara.
|
21.
|
Tigan
|
Telur
ayam Jawa
|
Menyimbolkan
sifat manusia walaupun berbuat sedikit tetapi harus berharga dan bermakna,
dan jangan menganggap sepele kepada sesama.
|
22.
|
Pitik
wiyogo
|
Ayam
untuk sesaji gong pada saat pagelaran wayang kulit.
|
7.
Bab III Penutup/ Kesimpulan dan Saran
Pada
penutup ini, uraikan kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian atas apa
yang telah berjalan, kelebihan dan kekurangan hasil penelitian, perhitungan
matematisnya.
Berikan
saran untuk keperluan penelitian akan datang, ataupun berikan saran kepada
laboratorium sekolah, dan lain sebagainya dapat dicantumkan di sini.
Contoh
:
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Tradisi
1 Sura di Desa Traji Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung selalu dilaksanakan
tanggal 1 Sura di area sekitar Sendang Sidukun Desa Traji Kecamatan Parakan
Kabupaten Tamanggung. Dalam pelaksanaan upacara tersebut terdapat makna-makna
didalamnya, yaitu salah satunya sebagai bentuk rasa syukur kepada Sang
Pencipta. Makna-makna dalam budaya tersebutlah yang dikaji penulis dalam
makalah ini. Berkaitan dengan hal diatas, penulis mengkaji Tradisi 1 Sura
di Desa Traji dalam tataran Semantik Budaya. Semantik dan Budaya dapat berdiri
sendiri-sendiri. Akan tetapi, Semantik juga berhubungan dengan ilmu-ilmu sosial
yang lain, salah satunya adalah dengan budaya/kultur suatu masyarakat sehingga
terwujud Semantik Budaya. Semantik Budaya, yaitu cabang linguistik yang
mengkaji makna yang ada dalam budaya didalam suatu masyarakat tertentu.
3.2 Saran
Dengan
adanya penulisan makalah ini, penulis berharap semoga dapat
memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan mengenai Tradisi 1 Sura
di Desa Traji Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung. Selain itu
penulis juga memberikan saran kepada seluruh warga khususnya masyarakat Temanggung
dan pembaca agar dapat menjalankan dan mempertahankan tradisi yang telah ada
dengan sebaik-baiknya dengan menumbuhkan rasa iman dan takwa kepada Allah SWT tanpa
ada satupun kesyirikan dan melenceng dari nilai-nilai agama.
8.
Daftar Pustaka
Merupakan
bagian terakhir dalam penyusunan sebuah makalah, daftar pustaka ini berisi
nama-nama literature yang kita jadikan referensi dala pembuatan makalah
tersebut. Perhatikan tata cara penulisan nama, gelar, jabatan agar tidak
mengaburkan pengertian pustaka.
Daftar
pustaka meliputi jurnal ilmiah, buku, majalah, surat kabar, media elektronik,
interview juga bisa dari website internet. Akan tetapi, keberadaan/ keabsahan
website internet untuk dijadikan referensi karya ilmiah masih menjadi
pertentangan di kalangan akademisi.
Dalam
hal ini saya tidak menyarankan untuk mengambil data atau literatur dari website
agar dapat menjadi sebuah karya yang benar-benar ilmiah.
Demikian
cara membuat makalah yang baik dan benar, semoga dapat bermanfaat untuk kita
semua.
Contoh
:
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul.
1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Fokker.
1985. Semantik (Semasiologi). Yogyakarta: IKIP Sanata Darma.
(diunduh
Kamis, 19 Desember 2015 pukul 22.38).
Keraf,
Gorys. 1984. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia.
Kridalaksana,
Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia.
Morisan, M.A.
2009. Teori Komunikasi Organisasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Muldjana,
Slamet. 1964. Semantik (Ilmu Makna). Jakarta: Djambatan.
Sardju.
1982. Pengantar Linguistik Umum. Surakarta: Fakultas Sastra UNS.
Verhaar.
1983. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University press.
Widodo.
2007. Handout Semantik Bahasa Jawa.
Referensi :
Doyin, Mukh, dan Wagiran. 2012. Bahasa Indonesia: Pengantar Karya Ilmiah. Semarang : UNNES PRESS.
Posting Komentar untuk "Tata Cara Menulis Karya ilmiah Berupa Makalah"