Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tata Cara Menulis Karya ilmiah Berupa Makalah

Tata Cara Menulis Karya ilmiah
Berupa Makalah
Pada prinsipnya, makalah adalah suatu bentuk kecil dari penulisan karya ilmiah, walaupun seperti itu, harus tetap memperhatikan elemen-elemen karya ilmiah pada makalah itu sendiri, tanpa itu karya tulis kita tidak bisa disebut makalah.
Bentuk elemen dasar sebuah makalah terdiri dari :
  • Cover (hardcover maupun softcover)
  • JudulKata pengantar / Prakata
  • Daftar isi
  • Bab I   : Pendahuluan
  • Bab II  : Isi
  • Bab III : Penutup
  • Daftar Pustaka
3.      
Penjabaran dari elemen-elemen tersebut sebagai berikut :

1.  Cover

     - Logo lembaga/ Institusi
-          Judul Makalah
-          Tujuan pembuatan makalah
-          Nama pembuat
-          Nama lembaga, beserta alamat
-          Tahun akademik

Contoh :
SEMANTIK BUDAYA DALAM
TRADISI 1 SURA DI DESA TRAJI KECAMATAN PARAKAN
KABUPATEN TEMANGGUNG
Disusun guna untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah
SEMANTIK
Dosen Pengampu : Drs. Widodo

Disusun Oleh :
Nama               : Arif Nugroho
NIM                : 2601413083
Rombel            :

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015


2.      Judul Makalah

-          (boleh dimasukkan seperti bentuk cover)

Kata Pengantar / Prakata
Mukadimah atau pembuka, misalnya ucapan puji syukur dan lain sebagainya. Sekilas mencantumkan judul makalah.
Ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang dianggap membantu dalam pembuatan makalah tersebut, misalnya atas dukungan moral dan materi yang diberikan, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada :
Penutup mukadimmah
Misalnya penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan pembaca sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.

Tanggal dan nama penulis
Misalnya, Jakarta, 29 Juli 2014
Andi Raharjo

4.      Daftar Isi

Daftar isi bertujuan untuk memudahkan pembaca dalam pencarian materi yang ada dalam makalah tersebut berikut halamannya.
Halaman Judul .................................................................................................................. i
Prakata ............................................................................................................................. ii
Daftar isi ........................................................................................................................... ii
Dan seterusnya........................

Contoh :
DAFTAR ISI

5.      Bab I Pendahuluan
Dalam bab ini kita menerangkan konsep. Rencana, gagasan, seputar permasalahan dan tujuan yang termuat dalam Latar Belakang.

Tentukan juga Ruang Lingkup penelitian yang akan mencakup proses-proses yang digunakan untuk menuangkan permasalahan.

Tambahkan juga Tujuan dan Manfaat dari permasalahan yang sedang dibahas.

Contoh :
            Bahasa merupakan alat komunikasi yang unik dan bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain. Bermacam-macam bahasa yang jumlahnya lebih dari ribuan tersebar luas di muka bumi ini. Untuk mengetahui bahasa dari wilayah yang berbeda maka kita harus mengetahu sistem bahasa tersebut. Bahasa yang dikuasai oleh peutur adalah bahasa pertama atau bahasa ibu. Pemerolehan bahasa pertama berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seseorang masih anak-anak.oleh karenanya bahasa pertama erat kaitannya dengan perkembangan sosial anak dan karenanya juga erat kaitannya dengan pembentukan identitas sosial. Ketika seseorang berada dalam suatu komunitas masyarakat tertentu, maka mereka akan dituntut untuk mempelajari bahasa masyarakat tertentu tersebut. Bahasa yang kemudian dipelajari merupakan bahasa kedua. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer 2003:167).
            Pemerolehan bahasa kedua menyebabkan individu atau kelompok individu dapat menggunakan dua bahasa atau lebih sebagai sarana berkomunikasi secara bergantian. Orang yang dapat menggunakan dua bahasa atau lebih sebagai sarana berkomunikasi disebut dwibahasawan. Kontak bahasa yang terjadi dalam diri dwibahasawan menyebabkan saling pengaruh antara bahasa ibu (B1) dan bahasa kedua (B2). Saling pengaruh ini dapat terjadi pada setiap unsur bahasa, seperti fonologi, morfologi, dan sintaksis. Penggunaan sistem bahasa tertentu pada bahasa lainnya disebut transfer. Bila sistem yang digunakan itu bersamaan, maka transfer itu disebut transfer positif. Sebaliknya, bila sistem yang digunakan itu berlainan atau bertentangan disebut transfer negatif. Transfer negatif menyebabkan timbulnya kesulitan dalam pengajaran B2 dan sekaligus merupakan salah satu sumber kesalahan berbahasa (Tarigan & Lilis 1998:22).
            Adanya faktor-faktor sosial dan faktor-faktor situsional yang memengaruhi pemakaian bahasa maka timbullah variasi-variasi bahasa. Sedangkan adanya berbagai variasi bahasa menunjukkan bahwa bahasa – atau lebih tepatnya pemakaian bahasa – itu bersifat aneka ragam (heterogen). Keanekaragaman bahasa nampak dalam pemakaian baik secara individu maupun kelompok. Secara individu peristiwa itu dapat kita amati pada pemakaian bahasa seseorang. Setiap orang berbeda cara pemakaian bahasanya. Perbedaan itu bisa kita lihat dari segi lagu dan intonasinya, pilihan kata-katanya, susunan kalimatnya, cara mengemukakan idenya dan sebagainya. Atau dengan kata lain, kita dapat membedakannya dari segi fonetik-fonemiknya, kosa kata atau leksikonnya, gramatika serta gaya tuturannya. Sifat-sifat khusus (karakteristik) pemakaian bahasa perseorangan dikenal dengan istilah idiolek (Bloch, 1942).
            Secara kelompok heterogenitas pemakaian bahasa dapat dikenal antara lain dengan memperhatikan adanya dialek. Dialek menunjukkan adanya kekhususan pemakaian bahasa di dalam daerah tertentu atau tingkat masyarakat tertentu, yang berbeda dengan pemakaian bahasa di daerah atau tingkat masyarakat yang lain. Perbedaan pemakaian bahasa yang disebabkan oleh perbedaan asal daerah penuturnya disebut dialek geografis, sedangkan perbedaan pemakaian karena perbedaan tingkat kemasyarakatan penuturnya disebut dialek sosial atau sosiolek (Fishman, 1971:379). Dalam pengertian seperti itu mungkin sekali dalam suatu dialek geografis terdapat pula berbagai sosiolek, sebab masyarakat penutur yang memakai dialek daerah itu terdiri dari berbagai tingkat kemasyarakan.
            Penggunaan variasi bahasa kolokial ini dialami oleh masyarakat Dusun Tanurejo di Kec. Parakan Kab. Temanggung, di mana daerah tersebut merupakan daerah peralihan antara dua wilayah yang penggunaan bahasanya sudah jauh berbeda. Kec. Parakan ke arah barat berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo yang mayoritas bahasanya Banyumasan atau ngapak, dan Kec. Parakan ke arah timur penggunaan bahasanya sudah mengikuti gaya Mataraman karena Kab. Temanggung berbatasan dengan Kab. Magelang sampai ke selatan. Sedangkan yang arah utara berbatasan dengan Kab. Kendal dan sebagian Kab. Semarang. Dan yang menjadi titik fokus adalah daerah Kec. Parakan itu sendiri yang condong menggunakan bahasa bergaya Mataraman namun masih ada campuran bahasa Banyumasan atau ngapak dan juga tingkat intonasi yang sangat kental kekhasannya.
            Penggunaan dialek yang mengandung variasi bahasa kolokial tersebut tampak seperti contoh (1) berikut ini.
(1)   Rindi kang? Samang arek mlaku pa montorang?
“Mau kemana mas? Kamu mau jalan kaki atau naik angkot saja.”
                                                                  (Mbak Ning warga Dusun Tanurejo)
Dari contoh kalimat di atas terlihat kekhasan dialek daerah Parakan, yaitu pada pengucapan Rindi merupakan pemendekan dari “Maring ngendi” yang artinya “mau kemana”. Dan kata maring sendiri merupakan struktur kata bergaya Banyumasan. Kemudian pada kata Samang merupakan kata yang khas digunakan oleh masyarakat Temanggung pada umumnya dan masyarakat Parakan pada khususnya. Kata tersebut merupakan pemendekan dari kata “Sampeyan” dikarenakan lebih ringkasnya penggunaan kata “samang” dibanding dengan “sampeyan”. Kadang juga ada yang menggunakan kata sampeyan dengan lengkap, namun pada pengucapannya menjadi “Sampeyang”. Dan kata tersebut diartikan sama dengan kata “kamu”, ragamnya pun ada beberapa yang digunakan oleh masyarakat Temanggung Kec. Parakan seperti “Dhe e dan kowe”, namun yang lebih condong adalah penggunaan kata “dhe e dan samang”. Kemudian pada kata arek sama artinya dengan kata arep,pan,meh, apeh yang artinya adalah “Mau”, dan lebih condong menggunakan kata “arek” dan kadang ada juga yang mengucapkannya menjadi “ak”, misalnya “ak rindi kang?”. Selanjutnya pada kata pa merupakan pemendekan dari kata “apa” yang artinya adalah “apa”. Dan yang terakhir adalah pada kata montorang, ini adalah kata yang biasa digunakan masyarakat parakan dan sekitarnya. Lumrahnya adalah “montoran”, namun masyarakat Parakan terutama yang daerah pegunungan lebih nyaman menggunakan “montorang” yang artinya naik mobil/mengendarai mobil.
            Dari contoh kalimat di atas dapat kita ketahui bahwa bahasa yang digunakan pada suatu masyarakat atau komunitas sangat beragam dan unik atau memiliki kekhasan tersendiri. Bahkan mungkin hanya masyarakat terkait saja yang mengetahui dan mengerti maksud dari kata-kata yang digunakan pada kesehariannya.
Oleh sebab dari hal-hal tersebut maka peneliti tertarik meneliti kolokial “Variasi Bahasa Kolokial Pada Percakapan Sehari-hari Masyarakat Dusun Tanurejo Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung”. Sehingga pada akhirnya hasil dari penelitian diharapkan dapat menjadi tambahan informasi kepada peneliti-peneliti lain dan berguna bagi para pembaca.
1. Apa saja kata yang ditemukan yang terindikasi variasi bahasa kolokial di Dusun Tanurejo?
2. Bagaimana asal pembentukan kata variasi bahasa kolokial pada kata-kata yang diucapkan oleh masyarakat tersebut.
            Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah mengetahui dan mempelajari variasi bahasa kolokial dan kekhasan bahasa suatu komunitas pada daerah tertentu. Dan pada penelitian ini peneliti mengkhususkan pada komunitas masyarakat di Dusun Tanurejo Kec. Parakan Kab. Temanggung.
            Penelitian ini mempunyai dua manfaat, yaitu manfaat praktis dan manfaat teoritis.
a)      Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan bahasa, khususnya dalam analisis variasi bahasa kolokial pada suatu komunitas di daerah tertentu.
b)      Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi para peneliti lain sebagai tambahan informasi mengenai analisis bahasa khususnya tataran sosiolinguistik.

6.      Bab II Isi
Uraikan isi atau materi makalah di sini, mulai dari :
-          Definisi/ Landasan teori
-          Ulasan materi
-          Penyelesaian masalah
-          Solusi, Hasil Penelitian
-          Kontribusi terhadap permasalahan yang ada pada materi makalah
Contoh :
BAB II
ISI

2.1  Pengertian Semantik dan Hubungan Semantik dengan Semantik Budaya
Secara etimologis, semantik merupakan istilah dalam bahasa Indonesia. Istilah semantik berasal dari bahasa Inggris yaitu Semantics.  Kedua istilah itu (Semantik dan Semantics) bila dilihat bentuknya masih menunjukkan kemiripan. Kemiripan tersebut memang benar, karena keduanya tidak persis sama. Apabila dilihat perubahannya, maka istikah dari bahasa Inggris itu mengalami perubahan bentuk setelah menjadi bahasa Indonesia. Adapun makna yang didukungnya, yaitu menunjukkan kesamaan. Semantik berarti ilmu kata (pengetahuan mengenai seluk beluk dan pergeseran arti kata-kata) (KUBI, 1985), dansemantics=the study of meaning (Websterts Third New International Dictionary).
Beberapa pendapat ahli mengenai semantik adalah sebagai berikut.
1. Semantik adalah cabang sistemik bahasa yang menyelidiki makana kata atau arti (Verhar, 1983: 9).
2. Semantik adalah ilmu kata (Fokker, 1985).
3. Semantik adalah cabang linguistik yang bertugas semata-mata meneliti makna kata, bagaimana mula-mulanya, bagaimana perkembangannya, dan apa sebab-sebabnya terjadi perubahan makna dalam sejarah bahasa (Muljana, Slamet, 1964: 1).
4. Semantik adalah tata bahasa yang meneliti makna dalam bahasa tertentu, mencari asal mula dan perkembangan dari suatu kata (Keraf, Gorys, 1984: 129).
5. Harimurti Kridalaksana (1982: 149) mengatakan bahwa Semantik adalah
a. Bagian dari struktur bahasa yang berhubungan dengan makna dari ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu perkataan.
b. Sistem penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya.
6. Semantik adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah makna (Sarju SM, 1982: 98).
7. Semantik adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki makna kata-kata umumya, tetapi juga arti kata-kata dalam berbagai bahasa tertentu dan juga perkembangan-perkembangan antara arti-arti itu dan perubahan arti kata-kata itu dari zaman ke zaman (Ensiklopedi Indonesia, Sandung hal.1230).
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa semantik adalah kajian mengenai makna satuan lingual (kata atau kalimat), dengan satuan analisisnya berupa arti atau makna.
Dalam kenyataannya, pengertian semantik tidak hanya menjadi perhatian dalam linguistik saja, akan tetapi ilmu semantik juga telah dimanfaatkan oleh ilmu lain (selain linguistik). Hubungan Semantik dengan tataran Ilmu Sosial lain
berlainan dengan tataran analisis bahasa lain, semantik adalah cabang imu linguistik yang memiliki hubungan dengan Ilmu sosial, seperti sosiologi dan antropologi. Bahkan juga dengan filsafat dan psikologi.
Semantik secara luas dapat ditemukan adanya semantik budaya. Semantik sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang makna kata atau kalimat. Sedangkan Kebudayaan merupakan seluruh total dari pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya, dan karena itu hanya bisa dicetuskannya setelah melalui suatu proses belajar.
Semantik budaya yaitu Semantik yang mempelajari tentang budaya yang ada di dalam suatu masyarakat. Semantik dianggap berkepentingan dengan kultural/ budaya dikarenakan analisis makna pada sebuah bahasa melalui budaya suatu masyarakat penuturnya.
Misalnya ritual adat Tradisi 1 Sura di Desa Traji, Grebek Besar, Sedekah Bumi, Sedekah Laut, dan lain-lain.
Dalam analisis semantik, bahasa bersifat unik dan memiliki hubungan yang erat dengan budaya masyarakat penuturnya. Maka, suatu hasil analisis pada suatu bahasa, tidak dapat digunakan untuk menganalisi bahasa lain.
2.2 Asal mula diadakannya Tradisi 1 Sura di Desa Traji
Ritual Sendang Sidukun untuk menyambut bulan Suro di Desa Traji Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung. Ritual ini dilakukan warga Desa Traji Parakan Temanggung pada malam tahun baru Islam atau tahun baru kalender Jawa, yaitu 1 Sura / 1 Muharram. Seperti yang sudah dilakukan setiap tahunnya, ritual ini dipimpin oleh Kepala Desa Traji dengan didampingi Istri di mata air Sendang Sidukun yang terletak dipinggir jalan raya Parakan – Sukorejo. Warga yang hadir tidak hanya dari warga Desa Traji tapi juga warga Temanggung secara keseluruhan, bahkan ada yang dari luar Temanggung.
Awal mula rangkaian ritual Tradisi 1 Sura di Desa Traji ini adalah terjadinya kejadian-kejadian aneh yang melanda desa tersebut dan secara turun temurun menjadi mitos bagi warga sekitar yang mempercayainya. Kejadian-kejadian aneh tersebut meliputi banyaknya bencana yang melanda desa seperti gagal panen, hujan angin, hujan es, dan banyak yang sakit-sakitan, kemudian pada salah satu malam warga mendengar suara gamelan yang mengiringi wayang dan suaranya sama persis seperti pertunjukan wayang pada umumnya. Setelah itu warga yang mayoritas pecinta pergelaran wayang tersebut berbondong-bondong mencari sumber suara untuk menyaksikan pergelaran wayang tersebut, dan anehnya warga tidak dapat menemukan sumber suara tersebut.
Menurut juru kunci Sendang Sidukun, saat suara gamelan sudah selesai dan sang dalang mau pulang terjadi keanehan juga, yaitu sang dalang dibayar dengan beberapa karung kunyit. Sang dalang merasa curiga dan heran kenapa diberikan upah seperti itu dan hanya mengambil beberapa saja untuk dibawa pulang. Sebelum ia pulang ia mengambil jaket yang ia gantungkan di dekat geber seingat dia, akan tetapi setelah ia tersadar jaketnya ternyata tergantung di atas pohon ringin besar yang ada di tempat ia mendalang berdekatan dengan Sendang Sidukun. Sang dalang merasa bingung atas apa yang telah terjadi, lalu ia memutuskan pulang dan keanehan selanjutnya adalah kunyit yang tadi ia kantungi tiba-tiba berubah menjadi emas batangan. Setelah kejadian itu sang dalang mengkonfirmasi dan bertanya kepada warga dikemudian hari tentang siapa warga yang menemuinya untuk mendalang di Desa Traji tersebut, akan tetapi jawaban sesepuh desa juga membuat dalang bingung, pasalnya warga merasa tidak mengundang dalang untuk mendalang di desa tersebut.
Kejadian aneh berikutnya ketika acara Suranan warga tidak mengadakan acara wayangan, kemudian beberapa hari berikutnya terjadilah bencana-bencana seperti semula yang melanda Desa Traji tersebut. Wargapun merasa bingung, lalu dengan demikian warga berinisiatif mengadakan ritual-ritual yang dilakukan seperti yang saat ini secara turun-temurun dilaksanakan setiap 1 Sura, dan alhasil warga terhindar dari bencana dan mala petaka seperti yang terdahulu.   
2.3  Makna yang terkandung dalam Tradisi 1 Sura di Desa Traji dalam kaitannya dengan Semantik Budaya
Setiap tanggal 1 Sura masyarakat Desa Traji melakukan ritual tradisi 1 Sura. Dimulai dari kirab hingga diakhiri dengan pergelaran wayang kulit, semuanya dilaksanakan dengan penuh antusias. Sampai saat ini kegiatan tersebut masih tetap berlangsung, bahkan ditumbuh kembangkan.
Prosesi tradisi 1 Sura di Desa Traji (Rangkaian Kegiatan)meliputi:
-          Nikah Ulang
Dalam Ritual ini, Kepala desa dengan didampingi istri menggunakan pakaian adat Jawa kebesaran kerjaan dengan diiringi  oleh warga laki-laki baik perangkat desa maupun warga biasa dengan menggunakan pakaian adat Jawa gaya Yogyakarta.
-          Kirab
Ritual dimulai dengan berjalan kaki dari balai desa menuju mata air sendang sidukun yang berjalak 500 meter dengan mengusung tandu sesaji dan dua gunungan hasil bumi masyarakat Traji. Untuk isi sesaji diantaranya ada jajan pasar, kembang, kemenyan, ingkung ayam, kepala kambing dan minuman sedangkan untuk gunungan biasanya berupa kacang panjang, sawi, cabai, bawang merah, bawang putih, terong dan singkong, Ritual dilaksanakan antara pukul 18.00 – 19.00 WIB. Mata air sendang sidukun sendiri merupakan sumber air utama bagi para petani setempat, dengan jumlah penduduk sekitar 3.600 jiwa atau 995 KK.

-          Pembacaan Doa
Rangkaian ritual berikutnya adalah pembacaan doa oleh kades dan warga langsung menceburkan diri ke dalam sendang dan berebut aneka sesaji yang berada di dekat mata air tersebut, hal yang dinantikan juga adalah pembagian air dari mata air tersebut oleh juru kunci Sendang Sidukun. Setelah ritual di Sendang selesai maka rombongan akan kembali ke balai desa, kades dan istri duduk berdampingan dan mendapat sungkeman dari semua perangkat desa dan warga sekitar. Menurut kades Traji tradisi ini sudah berlangsung lebih dari 200 tahun setiap malam 1 suro.
-          Pergelaran Wayang Kulit
Kemeriahan dirasakan jauh-jauh hari dengan adanya pasar malam dimana warga masyarakat menggelar lapak dagangannya dikiri kanan jalan raya dan arena permainan di Lapangan desa setempat, dan puncaknya adalah H-3 sampai H+4 dari 1 suro yang biasa ditutup dengan wayangan.
Makna yang terdapat dalam tradisi 1 Sura di Desa Traji dalam kaitannya dengan semantik budaya adalah sebagai berikut:
a.    Suatu bentuk ucapan syukur kepada Sang Pencipta atas limpahan rizki yang telah diberikan kepada masyarakat setempat.
b.    Bentuk ritual penolak balak bagi masyarakat Desa Traji dan sekitarnya.
c.    Memohon berkah kepada Allah SWT agar sesepuh dan seluruh masyarakat diberi ketentraman dan kelancaran dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari.
d. Makna ujaran berkaitan dengan perlengkapan ritual tradisi 1 Sura di Desa Traji
NO
       Leksikon
          Makna Leksikon
          Makna Kultural
1.
Kenduren
Memohon do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberi keselametan.
Slametan kenduren yang terdiri dari nasi tumpeng, golong (bulatan nasi) 7 buah dan sayur. Supaya upacara 1 Sura dapat berjalan lancar.
2.
Kain truntum
Kain yang digunakan pengantin pada hari pernikahan.

3.
Menyan
Getah pohon kemenyan
Memohon kepada Tuhan Ynag Maha Esa agar diberi keselamatan supaya upacara sesaji 1 Sura dapat berjalan dengan baik dan lancar.
4.
Blencong
Lampu sorot kelir
Lampu yang digunakan untuk pagelaran wayang.
5.
Balak
Bencana
Desa Traji kalau tidak melakukan Tradisi 1 Sura, akan ada bencana. Contoh: ada yang sawahnya gagal panen, ada yang dagangan yang tidak laku-laku dll.
6.
Kidungan
Macapat atau nembang Jawa
Macapat yang mempunyai tujuan untuk ketentraman dan kesejahteraan masyarakat Desa Traji.
7.
Golong
Nasi yang dibentuk bulat yang berjumlah 7 buah.
Menggolongkan atau menyatukan doa apa yang dituju.
8.
Lanyahan
Bermacam-macam masakan sayuran.
Supaya doa-doa yang dituju terkabul.
9.
Bucu
Nasi yang dibentuk kerucut
Bahwa hidup harus satu tujuan yang kuat, yaitu kepada Tuhan.
10.
Jajan pasar
Berupa hasil bumi yang diolah para petani, misalnya: pisang, tebu, jagung, kacang dll.
Betul-betul pasrah kepada Tuhan.
11.
Kembang setelon

Manusia hidup itu harus bisa  meninggalkan dan memberikan sesuatu kebaikan kepada sesama.
12.
Beras kaputro
Beras kuning
Bila mempunyai rezki atau kenikmatan dari Tuhan jangan dimakan sendiri, tetapi harus bagi-bagi dengan sesama agar menjadi berkah.
13.
Ndhas wedhus
Kepala kambing yang digunakan untuk sesaji.
Menandakan jika menjadi pemimpin menunduklah seperti kepala kambing tersebut, yaitu bisa menoleh keatas dan menoleh kebawah kaki, kepala kambing menandakan agar bisa tanggung jawab ke atas kepada Tuhan YME dan ke bawah kepada rakyat yang dipimpinnya.
14.
Pala wija
Hasil bumi
Yang diharapkan petani khususnya petani Desa Traji supaya bisa makmur dan bisa menghasilkan banyak dan berkah.
15.
Ingkung
Ayam kampung, yang digunakan ayam jago
Mengendalikan hawa nafsu
16.
Cucuk pitik jago
Mulut ayam
Mengendalikan hawa nafsu dari pembicara supaya dapat berbicara yang baik-baik saja
17.
Swiwi pitik jago
Sayap ayam jago
Mengendalikan hawa nafsu dari mengambil barang yang bukan haknya.
18.
Ketan
Beras ketan
Mempererat persaudaraan
19.
Wajik
Yang terbuat dari beras ketan dan dicampur dengan gula Jawa.
Wujud dari persaudaraan menunjukan yang manis-manis atau yang baik-baik saja.
20.
Kembang mboreh
Bunga yang terdiri dari 3 macam (kembang ketelon)
Harus berbuat baik kepada tiga golongan : orang tua, guru, dan saudara.
21.
Tigan
Telur ayam Jawa
Menyimbolkan sifat manusia walaupun berbuat sedikit tetapi harus berharga dan bermakna, dan jangan menganggap sepele kepada sesama.
22.
Pitik wiyogo

Ayam untuk sesaji gong pada saat pagelaran wayang kulit.

7.      Bab III Penutup/ Kesimpulan dan Saran
Pada penutup ini, uraikan kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian atas apa yang telah berjalan, kelebihan dan kekurangan hasil penelitian, perhitungan matematisnya.
Berikan saran untuk keperluan penelitian akan datang, ataupun berikan saran kepada laboratorium sekolah, dan lain sebagainya dapat dicantumkan di sini.
Contoh :
BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
Tradisi 1 Sura di Desa Traji Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung selalu dilaksanakan tanggal 1 Sura di area sekitar Sendang Sidukun Desa Traji Kecamatan Parakan Kabupaten Tamanggung. Dalam pelaksanaan upacara tersebut terdapat makna-makna didalamnya, yaitu salah satunya sebagai bentuk rasa syukur kepada Sang Pencipta. Makna-makna dalam budaya tersebutlah yang dikaji penulis dalam makalah ini. Berkaitan dengan hal diatas, penulis mengkaji Tradisi 1 Sura di Desa Traji dalam tataran Semantik Budaya. Semantik dan Budaya dapat berdiri sendiri-sendiri. Akan tetapi, Semantik juga berhubungan dengan ilmu-ilmu sosial yang lain, salah satunya adalah dengan budaya/kultur suatu masyarakat sehingga terwujud Semantik Budaya. Semantik Budaya, yaitu cabang linguistik yang mengkaji makna yang ada dalam budaya didalam suatu masyarakat tertentu.
3.2  Saran
Dengan adanya penulisan makalah ini, penulis berharap semoga dapat memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan mengenai Tradisi 1 Sura di Desa Traji Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung.  Selain itu penulis juga memberikan saran kepada seluruh warga khususnya masyarakat Temanggung dan pembaca agar dapat menjalankan dan mempertahankan tradisi yang telah ada dengan sebaik-baiknya dengan menumbuhkan rasa iman dan takwa kepada Allah SWT tanpa ada satupun kesyirikan dan melenceng dari nilai-nilai agama.

8.      Daftar Pustaka
Merupakan bagian terakhir dalam penyusunan sebuah makalah, daftar pustaka ini berisi nama-nama literature yang kita jadikan referensi dala pembuatan makalah tersebut. Perhatikan tata cara penulisan nama, gelar, jabatan agar tidak mengaburkan pengertian pustaka.

Daftar pustaka meliputi jurnal ilmiah, buku, majalah, surat kabar, media elektronik, interview juga bisa dari website internet. Akan tetapi, keberadaan/ keabsahan website internet untuk dijadikan referensi karya ilmiah masih menjadi pertentangan di kalangan akademisi.

Dalam hal ini saya tidak menyarankan untuk mengambil data atau literatur dari website agar dapat menjadi sebuah karya yang benar-benar ilmiah.

Demikian cara membuat makalah yang baik dan benar, semoga dapat bermanfaat untuk kita semua.

Contoh :
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Fokker. 1985. Semantik (Semasiologi). Yogyakarta: IKIP Sanata Darma.
(diunduh Kamis, 19 Desember 2015 pukul 22.38).
Keraf, Gorys. 1984. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia.
Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia.
Morisan, M.A. 2009. Teori Komunikasi Organisasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Muldjana, Slamet. 1964. Semantik (Ilmu Makna). Jakarta: Djambatan.
Sardju. 1982. Pengantar Linguistik Umum. Surakarta: Fakultas Sastra UNS.
Verhaar. 1983. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University press.
Widodo. 2007. Handout Semantik Bahasa Jawa.




Referensi :
Doyin, Mukh, dan Wagiran. 2012. Bahasa Indonesia: Pengantar Karya Ilmiah. Semarang : UNNES PRESS.








Posting Komentar untuk "Tata Cara Menulis Karya ilmiah Berupa Makalah"